Senin, 08 Februari 2016

Surat Sang Patah Hati


Saya adalah pelupa kesedihan ketika jalan bersisian denganmu. Rasanya bukan hanya berbunga-bunga, namun seakan semesta menyetujui apa-apa yang akan kita lakukan seharian. Berkubang dalam canda-tawa yang begitu menggemaskan, begitu manusia-manusia kasmaran menyebutnya. Ah, tapi saya tidak sedang kasmaran padamu. Begitupun jatuh cinta. Saya sudah melakukannya setiap hari. Saya hampir bosan, namun entah mengapa manik matamu menyiratkan rupa keyakinan. Maka dari itu, tak ada lagi kata ragu yang menyelinap dalam detik-detik yang kita lalui.

Saya kira kita akan terus bersama-sama. Tak muluk-muluk, saya hanya ingin terus melihat senyum yang rekah pada bibirmu. Namun sepertinya Tuhan mempunyai plot lain. Dalam dunia kepenulisan, biasa disebut plot twist, kalau saya tidak salah mengingatnya. Saya tidak bisa menentukan tanda baca apa saja yang akan digunakan, berapa halaman yang saya butuhkan untuk menulisnya, dan perihal lain yang tidak pernah saya pahami. Bukankah setiap manusia memiliki hak yang tidak bisa dirampas oleh siapapun? Ah, saya lupa Tuhan selalu mempunyai rencana yang tidak pernah bisa diduga-duga. Rencana-Nya tak bisa diganggu gugat, sekalipun saya adalah anak presiden ataupun orang paling berpengaruh di negeri ini. Tuhan menciptakan plot twist, kemudian ditambahkan bumbu-bumbu yang saya tebak adalah cuka, garam, dan mungkin brotowali. Saya pikir, itu bukan adonan yang pas, namun lagi-lagi saya tak bisa membantah. Melalui malam, saya dipisahkan dengan kamu tanpa adanya jeda untuk sekedar bernafas ataupun berpikir, “ Sebenarnya dosa sebesar apa yang telah saya perbuat hingga Tuhan menghukum tak tanggung-tanggung seperti ini?”

Hukuman itu membuat saya dan kamu menebalkan jarak. Baru kali ini saya merasa bahwa kita lebih senyap daripada gemerisik di padang ilalang. Kita bukan lagi perindu hari panjang yang dihabiskan bergelung berduaan di bawah selimut tebal. Kita menjadi penyimpan rahasia masing-masing, tanpa mau memberitahu hal besar apa yang tersembunyi di dalamnya. Kita adalah hambar dan kedinginan. Hingga pelan-pelan saya mengetahui, ada tokoh lain yang mampu membuatmu jatuh cinta lagi. Kamu berjalan jauh di depan saya, dengan alasan terlalu banyak perbedaan yang tumbuh membelukar di antara kita. Kamu tengelam dalam suasana baru, lalu meninggalkan saya yang sibuk menyembunyikan pilu di balik pintu.

Saya percaya, wanita yang kini berdampingan denganmu, adalah wanita paling bahagia sebab ia telah  memilikimu sepenuhnya. Wanita yang kini berdiri di belakangmu, juga wanita yang paling bahagia, sebab di depannya ia pernah memiliki pria itu. Pria itu kamu, yang pernah mengisi macam-macam bahagia di kepala saya. Terimakasih untuk 96 hari yang sangat berkesan.


Dari wanita pengeja langkahmu yang kian menjauh.

4 komentar:

  1. Engga di genepin jadi jadi 100 hari ajah? Nanggung cuma 96 hari hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo udah tentang perasaan mah ngga bisa genep-genepan(?) hahaha :D

      Hapus
  2. sepertinya ada subyek terdekatmu yg kau jadikan "saya" itu.. I know..

    BalasHapus
  3. Haha siapa coba? bukan kok ka wkwk

    BalasHapus