source image : |
Wanita
itu, aku sering melihatnya. Di pertigaan jalan yang jarang dilalui kendaraan. Ia
menolehkan kepala ke kiri dan kanan. Gelisah.
Aku
hanya diam, tak ada niatan menghampirinya. Biar saja, mungkin ia juga tersesat,
sama sepertiku.
Biar
saja kita sama-sama tersesat. Biar saja kita tak kunjung menemukan jalan pulang.
Asal jangan sampai mati kelelahan menungu kendaraan untuk pulang. Setidaknya,
aku masih rindu berbaring dikasur seharian.
Wanita
itu tiba-tiba menatapku. Tatapannya dalam, akupun tak gentar. Sepertinya ia
ingin berbicara sesuatu, namun yang kulihat hanya bibirnya yang tetap mengatup
tanpa gerakan.
Sudah
satu jam, kami hanya saling tatap. Masing-masing dari kami tak ada yang
beranjak. Aku mulai mengamatinya dengan cermat. Tubuhnya, mata, hidung, bibir.
Astaga! Ia memiliki kesamaan hampir semua yang melekat padaku. Hanya, uh ia
memiliki kantung mata yang cukup besar. Sepertinya ia kelelahan dan tidak tidur
semalaman. Aku berusaha tak peduli dan bermaksud kembali melanjutkan berjalan.
Namun kakiku seperti menancap pada aspal yang sedang kupijak. Langkahku berat.
Kutatap kembali wanita tadi, dan ia tersenyum samar. Mulutnya terbuka,
mengucapkan kalimat tanpa suara. Yang dapat kutangkap dari gerak-gerik bibirnya
adalah, “Mari mencari jalan keluar bersama.”
Wanita
itu tetap menatapku.
Aku
diam, memikirkan sesuatu.
Wanita
itu adalah bagian dari diriku.
Wanita
itu adalah aku.
Wanita yang tersesat dalam hati dan fikiran...
BalasHapusSo true, ehehehe.
BalasHapus