Rabu, 24 Februari 2016

Tersesat

source image : positiveway.me
Wanita itu, aku sering melihatnya. Di pertigaan jalan yang jarang dilalui kendaraan. Ia menolehkan kepala ke kiri dan kanan. Gelisah.

Aku hanya diam, tak ada niatan menghampirinya. Biar saja, mungkin ia juga tersesat, sama sepertiku.
Biar saja kita sama-sama tersesat. Biar saja kita tak kunjung menemukan jalan pulang. Asal jangan sampai mati kelelahan menungu kendaraan untuk pulang. Setidaknya, aku masih rindu berbaring dikasur seharian.

Wanita itu tiba-tiba menatapku. Tatapannya dalam, akupun tak gentar. Sepertinya ia ingin berbicara sesuatu, namun yang kulihat hanya bibirnya yang tetap mengatup tanpa gerakan.

Sudah satu jam, kami hanya saling tatap. Masing-masing dari kami tak ada yang beranjak. Aku mulai mengamatinya dengan cermat. Tubuhnya, mata, hidung, bibir. Astaga! Ia memiliki kesamaan hampir semua yang melekat padaku. Hanya, uh ia memiliki kantung mata yang cukup besar. Sepertinya ia kelelahan dan tidak tidur semalaman. Aku berusaha tak peduli dan bermaksud kembali melanjutkan berjalan. Namun kakiku seperti menancap pada aspal yang sedang kupijak. Langkahku berat. Kutatap kembali wanita tadi, dan ia tersenyum samar. Mulutnya terbuka, mengucapkan kalimat tanpa suara. Yang dapat kutangkap dari gerak-gerik bibirnya adalah, “Mari mencari jalan keluar bersama.”

Wanita itu tetap menatapku.

Aku diam, memikirkan sesuatu.

Wanita itu adalah bagian dari diriku.

Wanita itu adalah aku.

2 komentar: