Sabtu, 20 Februari 2016

Surat Untuk Tuan Kopi

source image: tumblr.com
Kopi. Lagi-lagi tentang kopi.

Saya tidak menyukai kopi. Rasanya pahit, seperti obat. Dan saya tidak pernah paham pada orang-orang yang menggilai kopi.

Seseorang pernah berkata pada saya, kopi akan nikmat jika diseduh dengan takaran yang tepat. Saya menggumam dalam hati, ah paling sama saja. Kopi yang saya seduh sama sekali tidak enak. Ya, mungkin saya memang tidak diberi bakat untuk menyeduh dan menikmati kopi.

Seseorang pernah berkata pada saya, kopi adalah minuman pereda stres paling ampuh. Tapi menurut saya tidak. Kopi membuat saya mual. Sepertinya lambung saya tidak setuju jika dijejali kafein atau zat lain yang terkandung dalam kopi.

Seseorang pernah berkata pada saya, jangan pernah meremehkan kekuatan kopi. Saat itu, saya hanya tertawa dalam hati. Memangnya kopi mempunyai ilmu supranatural? Memangnya kopi mampu menghilangkan masalah yang berputar-putar di kepala saya? Ah, pasti itu hanya alasan bagi para penikmat kopi yang terlalu berlebihan.

Seseorang pernah menyeduhkan kopi untuk saya, dan tentu saja saya menolaknya. Ia terus membujuk, hingga saya terpaksa meminumnya barang satu-dua sesapan. Mungkin kopi yang saya minum saat itu adalah kopi terbaik. Ya, terang saja. Saya kan hanya meminum kopi satu-dua kali seumur hidup. Namun anehnya kopi yang saya rasakan benar-benar pas. Rasanya tidak sepahit yang saya kira. Entahlah, mungkin karena rekah senyummu hingga saya lupa pada pahitnya kopi.


Orang itu kamu, yang mampu membuat saya jatuh cinta dan membenci kopi dalam hitungan detik. Hai Tuan kopi, apa kabar? Apakah kamu berkenan menyeduhkan kopi lagi untuk saya? 

Dari wanita pembenci kopi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar