Senin, 22 Februari 2016

Pertemuan Dalam Mimpi

source image : tumblr.com
Mimpi adalah bunga tidur semata. Namun adakalanya ketika bermimpi, kamu percaya bahwa suatu peristiwa akan terjadi, entah itu hal buruk ataupun baik.

Anita, tadi malam aku bermimpi tentangmu. Padahal kita sudah tiga tahun tak bertemu. Aku tak tahu, apakah itu pertanda baik atau buruk. Aku melihatmu berdiri tegap, lalu meraih tanganku, dan mengajak untuk lari beriringan. Kita terlihat sangat bahagia. Kita sama-sama tertawa, entah atas sebab apa. Yang kuingat, tadi malam kamu membawaku berlari menyisir pinggiran pantai. Aku menurut, tanpa banyak menuntut.

Ingat tidak, beberapa tahun yang lalu kita pernah melakukan hal yang nyaris serupa? Saat itu kita saling kejar dan berebut LKS untuk menyontek PR. Aku bersikukuh mengambilnya darimu. Namun kamu dengan sabar duduk di sebelahku, dan berkata lebih baik kita menyalinnya bersama. Aku mengangguk dengan mulut cemberut, tapi kamu malah tertawa sambil memegangi perut, seolah wajahku adalah hal terlucu yang wajib untuk ditertawakan. Ah, betapa aku ingin mengulang masa-masa itu, Nit.

Ngomong-ngomong, tadi malam tubuhmu jauh lebih tinggi sejak pertemuan terakhir kita beberapa tahun yang lalu. Kulitmu juga lebih gelap. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah kamu lebih banyak menghabiskan waktu di bawah terik matahari? Apakah kamu sering bergelut dengan asap dan debu di jalan, mengingat kuliahmu sering melakukan praktek di lapangan. Aku bertanya dalam hati, sedangkan kamu sibuk tersenyum pada langit yang mulai menguning.

Jika mimpi ini pertanda bahwa kita akan bertemu lagi, tentu aku sangat senang. Kita sudah cukup lama tak saling sapa sejak kamu memutuskan untuk pindah ke luar kota bersama keluargamu. Aku berusaha menerimanya dengan lapang dada, apalagi kamu tak memberitahuku sebelumnya. Jujur aku kecewa, karena harus mengetahui kepergianmu dari orang lain. Kamu tahu, Nit? Bahkan aku mengetahui tempat tinggal dan kampusmu dari salah satu teman SMP kita yang tak sengaja pernah bertemu denganmu. Aku bertanya padanya, apakah ia mempunyai nomer HP, atau kontak lain yang bisa menghubungkanku denganmu. Namun ia menjawabnya dengan gelengan kepala. Aku mendesah kecewa mengetahuinya. Ada apa, Nit? Apakah aku mempunyai kesalahan besar padamu? Apakah kesalahanku tak bisa kau maafkan? Seingatku pertemuan terakhir kita berjalan baik-baik saja tanpa adanya tengkar.

Anita, betapa aku ingin kita kembali duduk bersebelahan, membicarakan apapun yang terlintas di kepala. Kamu menceritakan kehidupanmu di sana dengan teman-teman barumu, lalu aku mendengarkanmu sambil menyanggah jengah jika ada teman yang dapat menggantikanku. Egois? Ya, kamu pasti sudah tahu dengan sifatku yang satu itu. Kamu tidak keberatan kan?


Dari sahabat kecilmu yang tengah mengurut rindu.


2 komentar: