Aku mendapati diriku sedang berada di
ruangan kosong yang sangat asing. Ruangan bercat putih ini dipenuhi pajangan
dinding yang begitu artistik. Ada sebuah lukisan yang menarik perhatianku.
Lukisan yang menggambarkan seorang penyihir tua sedang melayang bebas
menggunakan sapu terbang. Senyum tipis tercetak pada kedua belah bibirku,
membayangkan jika dirikulah yang menaiki sapu terbang itu.
Ketika tanganku mulai menekuri setiap
sudut lukisan itu, terdengar sebuah suara memenuhi ruangan. Sontak aku menurunkan
tanganku dan mengalihkan pandangan menuju pintu kayu jati yang kini tengah
terbuka lebar.
“Hai! Kau tertarik dengan lukisan itu,
hm?” ucap orang itu sambil terus menatapku. Eum... Bukan orang. Ia lebih mirip
seekor kucing berukuran jumbo. Aku seperti sering melihatnya.
“Doraemon?” jeritku setelah berusaha
mengingatnya. Ya! Siapa lagi tokoh kartun yang sangat familier dan digemari
anak-anak hingga orang dewasa ini kalau bukan Doraemon? Astaga, ku kira selama
ini Doraemon hanya ada di dunia fiksi dan tak pernah ada. Namun, kini sosoknya
berdiri tiga meter di hadapanku. Nyata, dan bisa kusentuh.
“Kau ingin terbang seperti itu?” aku
yang masih kaget hanya mengangguk bodoh.
“Ayo, kutunjukkan sesuatu padamu,” ia
menggiringku menuju jendela, dan mengeluarkan sebuah benda dari kantong
ajaibnya. Baling-baling bambu.
“Baling-baling bambu?”
“Iya. Ayo keluar. Nobita dan lainnya
sudah menunggu di luar,” ujar Doraemon sambil menyerahkan baling-baling bambu
padaku. Aku memasangnya di atas kepala dengan canggung.
“Siap untuk terbang?” tanya Doraemon.
Aku yang sedang berdiri di tengah kusen jendela hanya mampu memandang ke bawah.
Aku memejamkan mata, menelan rasa takut yang menyebar. Kemudian, sebuah tarikan lembut membawaku
terbang. Kini, aku melayang. Dan hebatnya lagi, aku bisa melihat Doraemon,
Nobita, Shizuka, Giant dan Suneo. Ya Tuhan, mereka terlihat sangat real.
Berjam-jam aku dan mereka menghabiskan
waktu mengelilingi angkasa untuk sekedar melihat-lihat, atau menyapa burung
yang berlintasan. Aku bahkan sempat menyentuh lembutnya awan, kemudian
menyobeknya sedikit dan kusimpan dalam saku celanaku. Setelah ini aku akan
menunjukkan awan ini pada teman-temanku. Pasti mereka akan iri habis-habisan
padaku.
Setelah senja tiba, kami memutuskan
untuk istirahat di sebuah gumpalan awan yang cukup besar. Kami juga menyantap
makanan lezat dari kantong Doraemon. Ah! Akhirnya aku merasakan nikmatnya
dorayaki. Sungguh, bahkan rasanya lebih enak dari martabak yang sering kubeli
di depan sekolah.
“Aku
pikir, kalian semua hanya ada di film kartun. Ternyata, kalian benar-benar
nyata. Aku sangat bahagia bisa bertemu kalian,” Aku menatap mereka satu per
satu.
“Persahabatan
kami di film memang sudah berakhir. Namun, persahabatan kami sesungguhnya masih
ada,” ucap Doraemon dengan sendu.
“Disini,”
lanjutnya, sambil menunjuk dadanya.
“Kau
harus bisa menjaga persahabatanmu, ya. Apapun yang terjadi,” ucap Nobita. Aku
hanya menganggukkan kepala dengan patuh.
“Mari,
kami antar kamu pulang,” kali ini Giant yang bersuara. Belum sempat aku berkata,
tiba-tiba semuanya berwarna putih dan berpitar-putar. Aku merasa ada sesuatu
yang menarik tubuhku. Setelah kubuka mataku, hal pertama yang kulihat adalah
kamarku. Iya, kamarku yang masih berantakan, dengan laptop yang masih menyala.
Aku
segera berdiri, dan berjalan dengan cepat menuju jendela. Namun, aku tak
menemukan Doraemon di luar. Kemudian, kurogoh saku celanaku dan bergerak-gerak
mencari sesuatu. Dan, yang kutemukan hanya sebuah kapas. Aku semakin bingung.
Tatapanku beralih pada layar laptop yang masih menyala, menampilkan credit title film Stand By Me Doraemon
yang tadi tengah kutonton. Jadi, tadi aku hanya bermimpi?
Aku
menghela nafas panjang. Aku bergerak untuk mematikan laptopku. Doraemon dan
teman-temannya, mimpi terindah yang kualami. Sayangnya, Doraemon itu tidak ada.
hai blog anda sangat menarik, jangan lupa kunjungi blog ku ya http://deasyamalina052.blogspot.co.id/
BalasHapusSiapp makasih udah berkunjung :)
BalasHapus