Sabtu, 30 April 2016

Rindu


Untuk wanita yang menjadikan saya bocah paling beruntung karena telah memilikinya.

Saya mengenal beliau sebagai ibu, kakak dan teman bercerita apapun sejak kecil. Beliau adalah manusia paling tabah, sabar dan kuat yang saya ketahui. Saya merindukannya setiap hari. Saya dibuatnya jatuh cinta berkali-kali tanpa bosan. Saya mengenal rupa bahagia dan air mata dari kedua bola mata cokelatnya. Saya mengetahui ketentraman paling kekal ketika melihat senyum yang rekah pada bibirnya. Menyaksikan bahagianya, serupa menyelam telaga paling dalam. Menyenangkan dan menenangkan.

Beliau selalu meyakinkan pada saya bahwa Tuhan itu benar-benar nyata. Saya diajari menangkupkan kedua telapak tangan untuk memohon kepada-Nya. Saya diajari cara bersyukur atas nikmat yang kadang-kadang saya anggap remeh. Saya diajari untuk menjadi tunduk dan taat. Namun saya bukanlah anak yang patuh. Saya sering melanggar. Saya sering menyangkal perkataannya. Beliau tak marah. Keningnya berkerut tiga lapis lalu tersenyum tipis. Dijelaskannya kembali mengapa beliau selalu menasehati saya. Mengapa beliau selalu cerewet dan terus mengulang perkataannya hingga saya kesal. Di saat itu, saya menundukkan kepala dalam-dalam. Kedua mata saya berair, bahkan hampir menangis. Mendengar semua ucapannya, saya merasa menjadi anak paling jahat yang memiliki ibu berhati malaikat sepertinya. Saya merasa Tuhan begitu baik karena telah menganugerahi seorang wanita luar biasa pada saya.

Rindu adalah perasaan paling berat ketika saya hanya bisa melihatnya melalui foto, mengiriminya kabar melalui pesan singkat, dan mendengar suaranya melalui telepon. Namun saya harus tetap bersyukur seperti apa yang sering beliau ucapkan. Sebab, sebuah temu tidak akan pernah tertunda jika Tuhan telah mengehendakinya. Dan saya yakin, Tuhan telah mempersiapkan hari baik penuh rupa bahagia di dalamnya.

Bu, betapa saya ingin duduk bersebelahan denganmu, membicarakan apapun yang terlintas di kepala. Tentang bahagia, sedih, kesakitan, perjuangan, juga air mata. Tentang rasa terima kasih dan beberapa harapan untuk kesuksesan di masa depan. Maka, tetaplah sehat, Bu. Tetaplah kuat hingga dapat menyaksikan perwujudan harapan yang pernah kita bicarakan.

Lekas sembuh ya, Bu. Maaf anakmu belum bisa pulang. Tuhan dan para malaikat selalu melindungi orang baik sepertimu, Bu.


Dari perempuan bungsumu.

2 komentar:

  1. Baca ini kok aku jadi sedikit terenyuh gini, ya. INget banget udah beberapa kali ibu di rumah sakit dan aku di perantauan belum bisa pulang. Duh.. keknya bulan depan aku harus pulang.

    Serius, jadi makin lengkap kerinduanku pada ibu. :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waa anak rantau emang dilema banget kalo udah kangen sama keluarga, terutama ibu:D

      Hapus